Ta'lim Guru Insan Cita Serang : Jangan Sampai Perbedaan Pendapat Membuat Ukhuwah Terpecah Belah

Ta'lim bulanan guru Insan Cita Serang kembali dilaksanakan pada Senin, 11 Maret 2024 di masjid Al-Iman ICS dengan pemateri KH. Sudarman Ibnu Murtadho, Lc. selaku pengasuh Pondok Pesantren Terpadu Insan Cita Serang. Ta'lim kali ini mengangkat tema seputar pentingnya pentingnya menuntut ilmu dan fikih Ramadan. 

Keutamaan Menuntut Ilmu

Dalam kegiatan tersebut, Pak Kyai biasa disapa menjelaskan keutamaan menuntut ilmu dalam Islam, bahwa menuntut ilmu adalah pekerjaan madal hayah atau seumur hidup dan diwajibkan bagi seluruh muslim dan muslimah tanpa terkecuali. Meski begitu, kewajiban dalam menuntut ilmu bisa bersifat fadhu 'ain (wajib bagi setiap pribadi muslim) dan fardhu kifayah (kewajiban yang gugur apabila ada orang lain yang mengerjakan). 

Ilmu yang harus dipelajari setiap muslim (fardhu 'ain) contohnya seperti ilmu aqidah, salat lima waktu, puasa, zakat dan ilmu-ilmu sentral yang mengatur kewajiban individu bagi setiap muslim. Adapun yang termasuk dalam lingkup fardhu kifayah misalnya memandikan dan menyolatkan jenazah, belajar ilmu tajwid, atau belajar ilmu tertentu seperti kedokteran, ekonomi, kebumian dll. Dengan iman dan ilmu, derajat seseorang akan ditinggikan. Siapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu, akan Allah mudahkan pula jalannya menuju surga. 

Namun, tidak semua ilmu itu baik. Ada pula ilmu-ilmu yang mengandung banyak mudharat, seperti ilmu sihir dll, maka sebaik-baik ilmu adalah yang bersumber dari Al-Quran dan sunnah. Sebab kebenaran Al-Quran adalah mutlak. 

Tingkatan Orang Berpuasa 

Selain menjelaskan materi seputar keutamaan menuntut ilmu dalam Islam, K.H. Sudahman Ibnu Murtadho, Lc. juga menyinggung fikih Ramadan. Beliau memaparkan tingkatan orang yang berpuasa menurut Imam Ghazali. 

Tingkatan yang pertama, yaitu puasa orang awam. Praktik puasa yang dilakukan di level ini sekadar menahan lapar dan haus,  dan menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sebagaimana yang umum diketahui banyak orang. 

Tingkatan yang kedua, yaitu puasanya orang khusus atau spesial. Orang-orang yang berpuasa di tingkatan ini bukan hanya menahan diri dari lapar, haus dan hal-hal yang membatalkan puasa, tapi juga menahan seluruh anggota tubuhnya dari perbuatan maksiat dan dosa. Mulutnya bukan hanya menahan diri dari makan dan minum, tapi juga menghindar dari ghibah, fitnah dan ucapan-ucapan bathil lainnya. 

Adapun tingkatan yang ketiga, yaitu puasanya orang super khusus atau super spesial. Inilah level tertinggi dari menjalankan ibadah puasa. Mereka menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa, mengajak seluruh anggota tubuhnya untuk turut berpuasa dari segala maksiat, dan menjaga hati dan pikirannya dari hasrat duniawi yang melenakan. 

Perbedaan Pendapat Tidak Merusak Ukhuwah

Dalam pelaksanaan ibadah puasa Ramadan, kerap kali umat Islam berhadapan dengan berbagai perbedaan pendapat (khilafiyah) dalam cabang ibadah (furu'iyah), misalnya pada penetapan awal Ramadan. Sebagian umat Islam menggunakan metode rukyat dan sebagian lain menggunakan metode hisab sehingga tak jarang menimbulkan perbedaan jatuhnya awal waktu Ramadan, atau dalam pelaksanaan salat tarawih, ada umat Islam yang terbiasa tarawih 11 rakaat, di sisi lain banyak pula yang terbiasa tarawih 23 rakaat. 

Dalam menyikapi hal tersebut, pemateri yang merupakan pengasuh Ponpes Terpadu Insan Cita Serang tersebut mengimbau agar jangan sampai persoalan cabang malah merusak yang pokok. Perbedaan pendapat dalam furu'iyah atau cabang ibadah adalah suatu hal yang lumrah. Para ulama dahulu sangat tawadhu dan menjaga etika dalam menyikapi perbedaan pendapat. Menerima satu pendapat tidak serta merta menyalahkan pendapat yang lain. Justru perbedaan ijtihad dapat memperkaya khazanah fikih Islam. Ukhuwah adalah pokok, setiap orang harus menjaga persaudaraan sesama muslim, sementara furu' adalah cabang. Jangan sampai karena sibuk mempermasalahkan cabang, jadi merobohkan yang pokok. 

Sebagai penutup, beliau berpesan agar umat Islam tidak sekadar mengikuti suatu pendapat atau jalan, tetapi sedikitnya mengetahui dasar ilmu dan sumbernya. Misalnya, jika pendapat itu berasal dari hadits, maka pastikan apakah hadits tersebut shahih, dhaif atau bahkan palsu. 

Beliau mengibaratkannya seperti seseorang yang menempuh perjalanan dengan mengikuti petunjuk Google Maps. Memang boleh-boleh saja kita mengikuti Google Maps untuk sampai ke tempat yang kita tuju, namun jika kita hanya berpatokan pada aplikasi tersebut tanpa tahu sama sekali arah jalan yang kita tempuh, tak jarang Google Maps juga membuat kita menjadi bingung. 

Kajian tersebut menjadi salah satu rangkaian menyambut Ramadan di Insan Cita Serang. Di hari yang sama, para santri juga mengikuti ta'lim Ramadan, tadarus Al-Quran, dan mempersiapkan diri mengisi bulan suci dengan program-program unggulan Ramadan di Insan Cita Serang seperti Khotmil Quran, tasmi' dan program-program unggulan lainnya.